Rabu, November 12, 2014

Ayah : Kasihmu Abadi (PART I)

21.43
Desember 1994
Peristiwa ini terjadi sembilan belas tahun yang lalu, pada Maghrib yang senjanya telah hilang, pada sore yang kicau burungnya telah terkalahkan riuh air hujan dan gelegarnya gemuruh. Seorang laki-laki tertunduk panik di salah satu pojokkan ruang ibadah rumah sakit bersalin. Dia berdoa dan terus berdoa tanpa henti ia bersua dengan Tuhannya meminta diberikan keselamatan pada istri dan calon anaknya.

            Selasa sore itu lahir kedunia seorang bayi merah, anak perempuan yang ditunggu-tunggu kelahirannya oleh semua keluarga diharapkannya hadirnya di dunia setelah dari rahim si ibu gagal lahir seorang bayi laki-laki sebelumnya. Dia adalah Aku.

            Tepat setelah adzan Maghrib berkumandang, aku lahir kedunia ini tanpa ada suatu cacat apapun. Kemudian ayah mengumandangkan adzan di telinga kananku, dilanjutkan dengan iqamah di telinga kirinya. Disusul dengan suara iqamah dari masjid terdekat waktu itu. Betapapun alam sangat indah menyambut kelahiranku dibarengi dengan dua adzan dan dua iqamah sekaligus.

Aku kecil sangat menjadi pusat perhatian banyak handai taulan. Aku kecil sangat dijaga agar tak ada yang tergores sedikit pun kulitnya. Aku kecil sangat menyita kasih sayang dari semua keluarga. Diberikan nama dengan arti sesosok wanita yang akan menjadi teman baik bagi semua orang dan membawa berkah. Mungkin karena saking sangat diutamakannya dalam keluarga aku tumbuh dengan salah satu sifat yang tidak ingin disaingi, direbut posisinya, dan cenderung sedikit egois. Semua harus diutamakan.

            Ayahku saat itu berusia 33 tahun saat memiliki aku, bisa dibilang usia yang cukup terlambat baru memiliki satu orang anak. Ayah bukan tipe orang yang muluk-muluk dalam hidupnya, dia tidak pernah meminta lebih dari yang Tuhan kasih dia selalu menjalankan kehidupan sesuai garis Tuhan, lurus. Dia hanya berserah pada Tuhan dan memasrahkan segala yang akan terjadi esok padaNya. Ayah orang yang sangat taat kepada Tuhannya, sangat takut pada ibunya, sangat hormat pada ayahnya, sangat banyak teman dimana-mana. Terkenal sebagai orang yang mudah diajak bicara dari berbagai kalangan. 

            Dari ketujuh saudara itu,bisa dibilang ayahku adalah orang yang paling dijadikan tonggak oleh saudara-saudaranya yang lain. Dalam hal meminta bantuan mulai dari mencarikan sekolah untuk keponakan-keponakan (anak dari adik dan kakak), membantu proses lamaran seseorang, mencarikan jodoh untuk saudara, kebanyakan dari mereka mengutus ayah sebagai orang yang dipercaya. Walhasil, mungkin itu yang membuat ayah punya banyak saudara karena beliau sangat senang menolong orang lain.

            Kehadiran aku cukup membuat perubahan dalam tatanan keluarga mereka. Bagi keluarga ibuku, sangat senang menyambut cucu kedua dari trah Sudharto. Karena mungkin faktor cucu pertama trah Soedharto berasal dari kakak laki-laki ibu jadi lebih banyak diurus oleh keluarga istrinya. Aku kecil menjadi sebuah mainan baru bagi seluruh keluarga ibu, mulai dari tante-tanteku yang masih gadis-gadis, adik dari Mbah yang masih sangat muda pun ikut mengasuh aku. Sebaliknya, kehadiranku dirumah Eyang (orangtua ayah), bukanlah hal yang menggembirakan sama halnya di rumah asal ibu. Biasa saja. Mungkin karena sebelumnya sudah ada bayi, bukan cucu yang pertama. Jadi ya, aku diperlakukan sama tatarannya dengan cucu-cucu yang lain. 

            Dua tahun sejak aku lahir, aku sering diboyong kesana kemari dari rumah Mbah kerumah Eyang. Pada hari kerja biasanya aku kecil tinggal dirumah Eyang, tetiba Sabtu malam kami bertiga (aku, ibu, ayah) tidur di tempat Mbah. Kami bertiga harus diboyong ketempat Eyang setelah dua bulan kelahiranku, karena di tempat Embah bukan tempat yang aman bagi kami terutama aku. Usut punya usut, kala itu banyak lelaki yang tidak suka atas pernikahan ayah dan ibuku sehingga ada orang-orang yang berusaha mencelakakan keluarga yang baru berumur sebiji jagung itu. Di daerah asal ibu memang kejadian-kejadian macam itu masih sangat sering terjadi. Ilmu-ilmu kesyirikan masih sangat kental menggerogoti pikiran-pikiran masyarakatnya. 

              Lain halnya di tempat Eyang, semua orang hilir mudik pergi mengaji aroma pesantren masih sangat kental, banyak orang pandai baca al quran, banyak hafidz dan hafidzah, banyak yang belajar kitab-kitab tua. Atmosfer ke-Islam-an yang kental tidak lain karena dibawah bimbingan Sang Kyai yaitu Eyang Kakung sendiri Kyai Imam Turmudzi yang namanya sudah tersohor di daerah kami. Seorang ulama besar berlatar belakang nahdliyin kental yang sangat patut terhadap agamanya, belajar berbagai macam jenis kitab, dan menjadi salah satu guru besar di masanya.
***


             Sudah sejak kecil aku bukanlah bayi yang suka mengonsumsi susu sapi. Hanya susu jenis tertentu dan ASI saja yang bisa dicerna oleh perutku. Lebih doyan air bening yang dimasukkan kedalam botol bayi. Semenjak kejadian mati listrik waktu itu, ibu semakin khawatir terhadapku. Bayi yang hanya bisa makan ASI dan air putih, tepat di usia satu tahun. Waktu itu Maghrib, hujan petir seperti biasa. Iya Desember. Kemudian listrik padam, ibu pun mendekap aku dan panik saat itu, ayah sedang shalat Maghrib di masjid depan rumah Eyang. Setelah listrik padam, kemudian aku menangis. Beberapa menit kemudian listrik menyala. Ibu berniat memberikan ASI kepada aku, saat itu aku justru tidak mau, dan sejak saat itu aku sudah tidak minum ASI ibu lagi.

Aku kecil, tumbuh diiringi obat-obatan. Sejak saat kejadian itu, setiap dua bulan sekali badanku panas dan otomatis harus dibawa ke dokter. Ayah tak pernah putus asa menjagaku, ayah tak gentar untuk melangkahkan kakinya membawa kami berdua dalam keadaan apapun. Ternyata tidak berlangsung sebulan dua bulan saja. Sampai aku berusia lima tahun pun masih tetap sama, hanya saja frekuensi sakitnya yang sudah tidak terlalu sering. Aku tumbuh sebagai anak yang sangat tidak mencintai obat, sangat menolak untuk diberi obat karena merasa jadi sangat ketergantungan. Mulai usia 3-4 tahunan aku sudah bisa merasakan pahitnya obat, tidak enaknya menjadi orang yang bulan-bulanannya harus berpegangan tangan dengan obat. Setiap kali panas menyerangku, aku selalu menangis karena tidak mau pergi ke dokter. 

Akhirnya pada saat itu ayah menemuka seorang dokter anak yang bernama Dokter Budiarsa yang bisa menkalukan kerasnya aku untuk minum obat. Kalau sakit, tidak mau kemana-mana selain ke Dokter Budi (bahkan sampai sekarang). Tapi, sayangnya aku tetap tidak mau minum obat dalam bentuk puyer (campuran dari beberapa kapsul obat yang dihaluskan). Pernah aku ingat sekali suatu ketika, ayah yang memberikan aku obat. Waktu itu mau tidur, ibu memegangi tangan dan kaki ku supaya tidak bisa bergerak sementara ayah bertugas memasukan obat itu lewat mulutku, pada saat itu aku sontak tak bisa bergerak apa-apa lengkap seperti seorang anak yang hendak diculik oleh dua kawanan suami istri.

Tiba-tiba, saat ayah sudah berhasil masuk kedalam mulutku ayah merasa lega tapi kemudian obat puyer itu aku muncratkan kembali sampai muka ayah berlumuran akan obat-obatan bekas dari mulutku. Ayah tidak marah, dia tidak pernah marah untuk hal seperti ini, justru aku lihat gurat wajah sedih dari wajahnya yang berlumuran itu. “Nanti kalau kamu tidak mau minum obat, kamu bagaimana mau sembuh, Nak.

bersambung...

Selasa, November 11, 2014

Sebuah Tanggung Jawab?

23.44

Adalah kita manusia yang diciptakan untuk memberikan kedamaian di bumi ini, menjaga bumi ini dari kehancuran, menjaga bumi ini dari tangan-tangan tak bertanggungan. 

“Kamu semua adalah pemimpin, dan kamu semua adalah bertanggung jawab dengan pimpinannya. Maka seorang imam (pemimpin) adalah sebagai penggembala yang akan ditannya tentang pimpinannya. Dan seorang laki-laki (suami) adalah sebagai pemimpin dalam keluarganya dan ia akan ditanyakan tentang pimpinannya. Dan seorang wanita (istri) adalah pemimpin dirumah suaminya yang ia akan ditanyakan tentang hasil pimpinannya. Seorang pembantu (pelayanan asisten) adalah menjadi pemimpin dalam mengawasi harta benda tuannya, dan ia bertanggung jawab (akan ditanyakan) dari hal pimpinannya. Dan seorang anak adalah pengawas harta benda ayahnya yang ia akan ditanyakan tentang hal pengawasannya. Maka kamu semua adalah pemimpin dan kamu semua akan ditanyakan tentang perhatiannya." (HR. Bukhari-Muslim)

Maka benar sekali adanya hukuman bagi seseorang yang meninggalkan tanggung jawab dalam hidupya. Seseorang didaulat menjadi pemimpin. Setiap manusia adalah pemimpin. Yang nantinya akan dipertanyakan amanah-amanah yang telah diambilnya semasa hidup.

Secarik catatan dari hamba : Ya Tuhan, berikanlah daya dan tenaga bagi hamba untuk menuntaskan semua amanah yang teah ditangguhkan pada pundak hamba. Selagi badan ini masih cukup kuat untuk menerpa angin kemalasan, selagi kaki ini masih mampu menopang beratnya amanah yang tertambat di pundak, selagi paru-paru ini masih sanggup memberikan kehidupan pada badan ini, selagi jiwa ini masih sadar akan kematian yang sebentar lagi menghampiri. Jadikanlah hamba ini mati dalah keadaan tanpa hutang ya Rabb. Karena amanah adalah hutang yang belum terbayarkan bila itu tidak tuntas.

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau. Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Surah Al-Baqarah: Ayat 30)