Kamis, Februari 13, 2014

Heart's Veil

22.15
 


I love what I wear, probably I'm not perfect muslimah. But I try.
Someone told me, "Don't ever drop off your veil just only for an aptitude"

Masa Bocah, Masa Bungah

22.00
Membuka sebuah kisah klasik jaman anak-anak.
Masa kanak-kanak terkadang memiliki cerita yang tak bisa diulang lagi ketika kita telah berumur. Nyaman, damai, dan ada sesuatu yang tentunya tidak bisa lagi kita rasakan. Karena setiap masa punya cerita berbeda di masing-masing era-nya. Akan berbeda, kesan yang kita terima ketika masa-masa peralihan, dengan masa kepolosan sewaktu menjadi seorang bocah. Jadi, beruntunglah bagi kita semua yang telah melewati masa-masa itu dengan indah, tanpa celah. 


Sewaktu kecil, kita sering mengatakan mimpi-mimpi aneh, yang jika dipikirkan itu lucu tak nyata tapi bisa juga mmenjadi sesuatu yang nyata. Obsess terbesar ketika kecil adalah menjadi seorang top model, artis, dan pembaca berita. Sangat mengundang gelak tawa, ketika teringat masa itu, berdiri di depan kaca dengan dialog-dialog berita yang sering dibacakan oleh news presenter. Kadang ikut pula mengerecoki peralatan kecantikan mirip ibu, dan memoles diri bersolek dengan polosnya. Bahkan lipstik ibu, sampai rusak dan habis karena sering sekali aku terlalu panjang memutarnya keluar untuk dijadikan sebagai blush on di pipi. Digosok begitu keras tentunya akan membuat batang lipstik itu patah, dan bisa dibayangkan seperti apa bayangan wajah yang terpantul dari cermin. Makhluk sejenis badut, ya, mirip badut dengan lipstik di pipi yang begitu menor. 
Entah karena aku memiliki sesuatu penyimpanan yang sangat kuat tentang memori-memori kejadian yang pernah aku rasakan. Sampai sekarang, hampir setiap jengkal kehidupan ketika masa bocah masih menjadi sarang di otak. Terutama ketika terkadang secara tiba-tiba terlintas suatu kejadian di kepala. Samar tapi nyata. Sangat nyata. Ada sebagian manusia yang memiliki kekuatan ingatan yang sangat dasyat tentang memori yang bahkan telah berlalu-lalu lamanya. Kadang sampai tidak habis pikir dengan semua itu. Kok, bisa ya? 

Memori itu, sangat jelas dan nyata.

Cerita tentang menjadi si ceriwis di desa, hanyut di sungai ketika bermain, mandi di sungai ketika ayah dan ibu belum pulang, menjadi anak yang selalu dititipkan di tempat orang lain, bermain di sawah dengan kerbau, suka iseng duduk di atas makam orang, bermain penganten-pengantenan, di jewer di sepanjang jalan karena ketahuan manid di kali, nyolong-nyolong makan es seratus rupiah-an, mendorong seorang teman sampai jatuh lalu kabur, mandi di kali dengan kerbau, melempar petasan ke dalam masjid saat malam takbiran, dijauhi oleh teman-teman yang usianya lebih senior, korban toyor-toyor, menonton TV dari bangun tidur sampai ashar di rumah teman kala hari Minggu.

Memori masih mngingat cerita-cerita itu dengan jelas. Bahkan yang tidak sempat tertuliskan pun masih banyak. Sangat banyak. 
Pernah mendengar suatu kutipan, "Masa kanak-kanak adalah masa ketika berbicara tentang kejujuran hidup."

Remember Me This Way - Jordan Hill

06.08
Every now and then
We find a special friend
Who never lets us down
Who understands it all
Reaches out each time you fall
You're the best friend that I've found
I know you can't stay
A part of you will never ever go away
Your heart will stay

I'll make a wish for you
And hope it will come true
That life would just be kind
To such a gentle mind
If you lose your way
Think back on yesterday
Remember me this way

I don't need eyes to see
The love you bring to me
No matter where I go
And I know that you'll be there
Forever more apart of time, you're everywhere
I'll always cares

And I'll be right behind your shoulder watching you
I'll be standing by your side and all you do
And I won't ever leave
As long as you believe
You just believe 

 Remember Me This Way (lirik) - Jordan Hills


Remember Me This Way

06.01
Adalah sebuah lagu yang aku temukan ketika ada salah seorang peserta Indonesian Idol bernama Novi. Lagu ini mengalun begitu indah di telinga setelah aku dengar dari YouTube. 

Sangat polos yah, pengakuan yang aku berikan. Tapi, dalam lagu ini, mengingatkan aku tentang sesuatu. Sesuatu yang pernah aku miliki sebagai sebuah kisah. Seperti halnya sebuah kisah, kini sudah menjadi kisah. Sudah usai, aku pernah mengalami hal ini, ketika aku berada pada titik paling rendah dalam hidupku, ketika aku ada di roda paling bawah dala hidup. Ketika pertama kalinya aku tidak bisa menerima apa yang ada dalam kenyataan hidup. Tapi, aki menemukan mereka. Iya, mereka yang mencoba mengangkat aku untuk bangkit lagi dan naik, naik, selalu naik. Kemudian perlahan, kekuatan mereka mengankatku hingga aku bisa bangkit. Menjadi hampir sejajar dengan mereka.

Kala itu, kelas dua belas SMA. Ketika semua di sekitarku mejauh, dann aku tidak tahu harus bagaimana. Aku terlalu lama merenungi kesedihanku, nasibku yang hanya seperti itu. Seperti tidak ada daya aku untuk hidup. Bahkan untuk melanjutkan langkah, aku tidak lagi bisa. Karena nyawaku seakan sudah lenyap, aku seperti tidak bernyawa dan punya jiwa semngat lagi, selepas kepergian dia

Tapi sayangnya, dia tidak pernah tahu itu.

Mereka seperti halnya heroin yang memberikan aku semangat dalam melakukan lagi aktivitasku. Sampai halnya aku bisa lulus dan mendapat suatu perguruan tinggi tempatku bernaung sekarang. 

Seorang dari mereka, dia yang memiliki kesedihan yang sama denganku. Dalam hal ini, kami mengalami hal yang sama. Kami berada dalam posisi yang sama. Mungkin dia bukan siswa yang terlalu diperhitungkan di sekolah kami. Tapi, dia selalu menjadi icon, di setiap ruang kelas yang mempunyai dia. Terkadang kata-kata polosnya mengundang gelak tawa seluruh kelas, bahkan guru-guru pun tidak meremehkan dia dalam bidang kepedulian. Dia memang tidak punya apa yang teman-teman lain miliki, yaitu kepandaian. Tapi, dia punya kepedulian yang sangat besar kepada sesama. Dan sangat bersemangat dalam menjalani hidupnya agar bermanfaat bagi orang lain. Dia orang yang tidak mau muluk-muluk dalam menentukan target. Lakukan saja sebatas yang dia bisa. Aku merindukannya, seorang polos yang berjiwa besar bagi sesamanya. Bagi aku. 

Seorang lagi, seorang wanita berpikiran sangat visioner. Sesungguhnya, dia adalah pribadi yang tegas, tangkas, keras, kreatif. Aku sangat nge-fans dengan kemampuan otak kanannya yang luar biasa. Seni membaca puisinya. Luar biasa. Jujur, seumur hidupku (orang yang ku kenal), dia yang aku segani dalam urusan membuat puisi nyentil dan kemudian membacakannya. Dia adalah wanita tangguh yang ku kenal. Dan tentunya keras. Tapi, ada bagia dari dirinya yang lemah, bahkan rapuh. Sama rapuhnya dengan bagian diriku kala itu. Dia lah, satu-satunya orang yang paling bisa merasakan rasa rapuh itu tanpa aku harus mengatakannya. Jadi, tak perlu banyak energi (apalagi menangis) untuk mengutarakan maksud hatiku padanya. Kala itu, kami berjuang bersama untuk bisa melewati rapuh itu berdua, karena hanya kami yang merasakan itu. Dia menjadi orang, sama rasa yang benar-benar mendekati 100% keakuratan apa yang kami rasakan sama. Missing you so much, dude.

Adalah seorang wanita, paling muda diantara kami. Dengan sejuta sikapnya yang sangat ingin berusaha agar aku bangit dari semua ini. Ketika semua orang meninggalkan ku di sebuah lubang, terjebak. Dialah yang membantu aku mengeluarkan diri, menarikku secara perlahan. Sampai aku bisa, mekipun rodaku tersengal-sengal dan dia tidak. Jujur, dia adalah orang terbaik dan paling tulus mengankat temannya untuk bisa lebih baik yang pernah aku temui. Apapun dia lakukan, hanya berasaskan rasa kesetiakawanan, kepercayaan, dan tentunya ketulusan.

Ketika aku mendengarkan syair lagu Remember Me This Way ini, yang aku ingat kemudaian adalah mereka. Oarang-orang yang pernah berarti dalam membuat kisah hidup yang sangat banyak palung ini. Merekalah warna itu. 


I'll make a wish for you, And hope it will come true, That life would just be kind, To such a gentle mind

Dan ketika aku akan terpelosok kembali akan selalu ku ingat lirik ini
If you lose your way Think back on yesterday Remember me this way Remember me this way

Sebuah kisah, yang menjadi titik balik dalam kehidupan. 

Nyata?

05.28
Aku tidak tahu, apa ini salahku serpenuhnya.
Manusia seusiaku tidak seharusnya seperti aku. Kecetekan berpikir, yang kadang membuat banyak pihak kesal terhadapku. Sikapku yang cenderung seenaknya saja membuat orang tidak nyaman dengan keberadanku.

Lagi pula siapa yang mau berada dalam keadaan seperti ini? 


Apa pernah terpikirkan, kalau aku berada dalam tekanan yang sangat keras ketika berpikir tentang ini semua. Terlebih memikirkan tentang diriku sendiri. Aku tidak bisa dewasa untuk diriku sendiri. Mengumpatkan semua hal (apa pun itu) semuanya aku umpatkan sendiri. Semua hal itu tidak bisa aku beri tahu kepada kalian semua yang hanya melihatku.
Jika kalian tahu, untuk menarik diriku dari suatu zona nyaman begitu sulit. Karena suatu kebiasaan yang aku tidak tahu itu dimulai dari kapan, bahkan terkadang aku tidak sadar dimana aku hidup sekarang, apa yang sedang aku lakukan saat ini.

Pernah ngga sih, kalian merasa ini bukan kalian, mencari suatu tempat dimana tempat itu bisa menerimamu apa adanya. Memberi rasa yang lain yang ada di dada. 

Entahlah, aku sering berpikir, aku ingin sekali terbang tinggi entah bagaimana pun caranya, aku ingin bisa sendiri, karena kesendirian itulah yang mengerti aku. Selalu mengerti aku. Dia tidak pernah protes dengan apa yang aku lakukan. Terkadang aku suka sekali, terhanyut dalam alunan-alaunan nada yang begitu sensitif menyentuh hati yang sangat sensitif, seperti halnya intrumen piano sejenis bella's lullaby yang dimainka oleh Edward Cullen dalam Twilight. Ya, seperti bayi, Edward memeperlakukan Bella layaknya bayi yang butuh lagu nina bobo saat itu. Tapi, sayang itu hanyalah sebuah dongeng kontemporer yang dipoles dengan kisah cinta luar biasa yang ada hanya dalam buku dan visualisasi film.

Pernah aku melewati sebuah jalanan panjang yang menikung di daerah Karangreja. Aku senang sekali dengan tempat itu. Apa yang kulihat saat itu? Lereng yang begitu hijau, dengan pohon-pohon besar diatasnya, tumbuh jarang-jarang. Rumput yang hijau, dan tetesan air hujan yang jatuh dari sebagian dedaunan pohon. Ah, segar sekali rasanya. Aku membayangkan, aku ada dalam sebuah dongeng, dimana aku berada dibawah pohon itu, ya, hanya ada aku dan alam itu. Itu adalah salah satu mimpiku yang paling dalam, berada dalam zona seperti itu, ditetesi embun yang bercampur hujan, dengan gaun putih impian, dan rambut panjang dalam untaian. Layaknya seorang putri kebun. Disitu hanya akan ada aku, dan ruang itu. 


Aku adalah sosok yang tidak bisa menerima kenyataan, karena menurutku kenyataan hanya yang ada dalam halusinasiku. Mungkin ini sudah terlalu berbahaya, halusinasiku sudah semakin dalam. Dan semakin dalam itu, semakin susah orang untuk menarikku kembali ke permukaan, ketika aku suadah hanya hidup dalam apa yang aku bayangkan. Aku melihat hal itu dalam diriku. Ketika semua orang menjauh, ketika aku tidak bisa mengutarakan khayalanku, karena tak akan ada yang mampu menggapainya. Mungkin sakitku ini sudah KRONIS. Mendekati gila. 

Kalau kalian semua perhatikan, aku ini tidak bisa membuka suatu percakapan dengan dunia baru. Realistis ya hanya ada dalam pikiranku. Bahkan terkadang sampai berpikir, tak ada Sang Pencipta di dunia ini. Yang ada hanya aku. Kadang aku menjadi sesosok yang sangat atheis, aku hanya percaya aku.

Semua itu aku alami, dalam bathin. Orang-orang di sekelilingku, mereka tidak menahu. Maka dari itu, hanya kesal respon yang mereka punya untukku. Dengan semua tingkahku. Padahal, sikapku yang seperti itu, sesungguhnya adalah respon/efek dari aku yang kadang kehilangan kemudi atas diriku sendiri. Tapi, sayang, tak ada yang tahu itu. Dan aku pun tak tahu bagaimana aku harus menjelaskan, sementara untuk berbicara saja, aku harus berpikir dan menata setiap bait yang akan ku keluarkan. Begitulah. 

Ini aku tulis entah dengan rasa apa, aku menangis menulis semua ini. Jujur, aku takkan pernah sanggup mengatakan apa yang baru saja aku tulis. Untuk membacanya kembali saja, jangan diharap aku akan membacanya. AKu hanya butuh sarana untuk obsesiku. Dan ruang kecil ini yang aku punya.


Aku tidak bisa menerima kenyataan.