Kamis, Februari 13, 2014

Nyata?

Aku tidak tahu, apa ini salahku serpenuhnya.
Manusia seusiaku tidak seharusnya seperti aku. Kecetekan berpikir, yang kadang membuat banyak pihak kesal terhadapku. Sikapku yang cenderung seenaknya saja membuat orang tidak nyaman dengan keberadanku.

Lagi pula siapa yang mau berada dalam keadaan seperti ini? 


Apa pernah terpikirkan, kalau aku berada dalam tekanan yang sangat keras ketika berpikir tentang ini semua. Terlebih memikirkan tentang diriku sendiri. Aku tidak bisa dewasa untuk diriku sendiri. Mengumpatkan semua hal (apa pun itu) semuanya aku umpatkan sendiri. Semua hal itu tidak bisa aku beri tahu kepada kalian semua yang hanya melihatku.
Jika kalian tahu, untuk menarik diriku dari suatu zona nyaman begitu sulit. Karena suatu kebiasaan yang aku tidak tahu itu dimulai dari kapan, bahkan terkadang aku tidak sadar dimana aku hidup sekarang, apa yang sedang aku lakukan saat ini.

Pernah ngga sih, kalian merasa ini bukan kalian, mencari suatu tempat dimana tempat itu bisa menerimamu apa adanya. Memberi rasa yang lain yang ada di dada. 

Entahlah, aku sering berpikir, aku ingin sekali terbang tinggi entah bagaimana pun caranya, aku ingin bisa sendiri, karena kesendirian itulah yang mengerti aku. Selalu mengerti aku. Dia tidak pernah protes dengan apa yang aku lakukan. Terkadang aku suka sekali, terhanyut dalam alunan-alaunan nada yang begitu sensitif menyentuh hati yang sangat sensitif, seperti halnya intrumen piano sejenis bella's lullaby yang dimainka oleh Edward Cullen dalam Twilight. Ya, seperti bayi, Edward memeperlakukan Bella layaknya bayi yang butuh lagu nina bobo saat itu. Tapi, sayang itu hanyalah sebuah dongeng kontemporer yang dipoles dengan kisah cinta luar biasa yang ada hanya dalam buku dan visualisasi film.

Pernah aku melewati sebuah jalanan panjang yang menikung di daerah Karangreja. Aku senang sekali dengan tempat itu. Apa yang kulihat saat itu? Lereng yang begitu hijau, dengan pohon-pohon besar diatasnya, tumbuh jarang-jarang. Rumput yang hijau, dan tetesan air hujan yang jatuh dari sebagian dedaunan pohon. Ah, segar sekali rasanya. Aku membayangkan, aku ada dalam sebuah dongeng, dimana aku berada dibawah pohon itu, ya, hanya ada aku dan alam itu. Itu adalah salah satu mimpiku yang paling dalam, berada dalam zona seperti itu, ditetesi embun yang bercampur hujan, dengan gaun putih impian, dan rambut panjang dalam untaian. Layaknya seorang putri kebun. Disitu hanya akan ada aku, dan ruang itu. 


Aku adalah sosok yang tidak bisa menerima kenyataan, karena menurutku kenyataan hanya yang ada dalam halusinasiku. Mungkin ini sudah terlalu berbahaya, halusinasiku sudah semakin dalam. Dan semakin dalam itu, semakin susah orang untuk menarikku kembali ke permukaan, ketika aku suadah hanya hidup dalam apa yang aku bayangkan. Aku melihat hal itu dalam diriku. Ketika semua orang menjauh, ketika aku tidak bisa mengutarakan khayalanku, karena tak akan ada yang mampu menggapainya. Mungkin sakitku ini sudah KRONIS. Mendekati gila. 

Kalau kalian semua perhatikan, aku ini tidak bisa membuka suatu percakapan dengan dunia baru. Realistis ya hanya ada dalam pikiranku. Bahkan terkadang sampai berpikir, tak ada Sang Pencipta di dunia ini. Yang ada hanya aku. Kadang aku menjadi sesosok yang sangat atheis, aku hanya percaya aku.

Semua itu aku alami, dalam bathin. Orang-orang di sekelilingku, mereka tidak menahu. Maka dari itu, hanya kesal respon yang mereka punya untukku. Dengan semua tingkahku. Padahal, sikapku yang seperti itu, sesungguhnya adalah respon/efek dari aku yang kadang kehilangan kemudi atas diriku sendiri. Tapi, sayang, tak ada yang tahu itu. Dan aku pun tak tahu bagaimana aku harus menjelaskan, sementara untuk berbicara saja, aku harus berpikir dan menata setiap bait yang akan ku keluarkan. Begitulah. 

Ini aku tulis entah dengan rasa apa, aku menangis menulis semua ini. Jujur, aku takkan pernah sanggup mengatakan apa yang baru saja aku tulis. Untuk membacanya kembali saja, jangan diharap aku akan membacanya. AKu hanya butuh sarana untuk obsesiku. Dan ruang kecil ini yang aku punya.


Aku tidak bisa menerima kenyataan.