Semarang, 9 Februari
2015
Assalamu ‘alaikum warahmatullohi
wabarakatuh
Rasanya bingung mau mulai
darimana. Iya, mungkin dari rindu. Sekarang aku benar-benar sedang rindu sosok
laki-laki itu. Iya cinta pertamaku yang baru aku sadari cintanya beberapa tahun
belakang ini.
Bapak, bapak apa kabar? Anis kangen sanget kalih bapak. Bahkan rindu
ini tak sampai hati untuk tersampaikan. Saking rindunya sampai tak terucapkan. Memasuki
bulan ini, bulan kedua, mungkin ini kali pertama dimana aku akan menyampaikan
selamat ulang tahun pada Bapak. Jujur selama ini, kami sekeluarga memang jarang
sekali merayakan momentum hari kelahiran. Bapak itu orangnya pelupa, susah
kalau ngingat-ngingat sesuatu. Bahkan tanggal pernikahan saja bapak susah ingat. Tapi ada hal lain dibalik tanggal kelahiran kami. (aku,
Lutfiah dan Fauzan).
Ini sesuatu yang luarbiasa buat kami, terutama aku. Meski dihari jadi kami Bapak jarang mengucapkan selamat ulangtahun kepada kami bertiga, jangankan berharap ada kue saat ulangtahun atau kado spesial. Kami memang baaru akhir-akhir ini sering merayakan hari jadi, dari dulu tidak. Meskipun suka lupa hari, tapi bapak selalu ingat dan tidak akan melupakan hari lahir kami.
Ini sesuatu yang luarbiasa buat kami, terutama aku. Meski dihari jadi kami Bapak jarang mengucapkan selamat ulangtahun kepada kami bertiga, jangankan berharap ada kue saat ulangtahun atau kado spesial. Kami memang baaru akhir-akhir ini sering merayakan hari jadi, dari dulu tidak. Meskipun suka lupa hari, tapi bapak selalu ingat dan tidak akan melupakan hari lahir kami.
Sudah 20 tahun kurang lebih bapak
melihat aku tumbuh menjadi orang yang secara usia bisa dibilang DEWASA. Sudah setua
itu pula Bapak menjagaku. Apa iya, harus menunggu momen usia bapak 54 tahun? Iya.
Harus sekarang, karena belum pernah sebelumnya aku mengucapkan selamat hari lahir
kepada bapak. Jujur saja.
Bapak, beliau adalah orang yang tertawanya tidak pernah terbahak-bahak.
Bahkan tertawa pun beliau tidak pernah bersuara. Itu yang meneduhkan kami. Kata
ibu kepadaku waktu itu.
Tertawanya tidak berlebihan, marahnya pun tidak berlebihan, sedihnya juga
tidak pernah nampak dihadapan kami berempat.
Orang yang paling bisa meredam amarah ketika api tersulut antara aku dan ibu, yang aku akui kami sama-sama masih suka kekanak-kanakan dan emosian.
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar